Pendidikan Karakter dan Anti Korupsi
Materi 1 |
PENDIDIKAN KARAKTER ANTI KORUPSI
Oleh :
Wahyudi, S. Pd
Indonesia darurat korupsi, Pendidikan
anti korupsi sangat penting untuk mempersiapkan generasi muda yang anti
korupsi. Kapan negara ini akan
maju jika para pemangku jabatan di negara kita
berjamaah melakukan tindakan korupsi,
maka saatnya kita menanamkan pendidikan karakter anti korupsi untuk
generasi muda saat ini.
A. Pengertian Korupsi
Dari Bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption,corrupt” (Inggris). Dari asal usul
bahasanya korupsi bermakna (busuk, rusak, menggoyahkan,
memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik baik politisi
maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang
secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang
dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Sudut
pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur
sebagai berikut:
1. Perbuatan melawan hukum;
2. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
3. Memperkaya diri sendiri, orang
lain, atau korporasi;
4. Merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara;
B. Bentuk dan Faktor Penyebab Korupsi
1.
Bentuk-Bentuk Korupsi
a.
Penyuapan
Penyuapan merupakan sebuah perbuatan
kriminal yang melibatkan sejumlah pemberian
kepada seorang dengan sedemikian rupa sehingga bertentangan dengan tugas dan
tanggungjawabnya.
b. Penggelapan (embezzlement)
dan pemalsuan atau penggelembungan (froud).
Penggelapan merupakan suatu
bentuk korupsi yang melibatkan pencurian uang,
properti, atau barang berharga.
c.
Pemerasan (Extorion)
Pemerasan berarti penggunaan ancaman kekerasan atau penampilan
informasi yang
menghancurkan guna membujuk seseorang agar mau bekerjasama.
d.
Nepotisme (nepotism)
Kata nepotisme berasal dari kata Latin “nepos” yang
berarti “nephew” (keponakan). Nepotisme berarti memilih
keluarga atau teman dekat berdasarkan pertimbagan hubungan, bukan karena
kemamuannya dan lain-lain.
2. Faktor
Penyebab Korupsi
a. Faktor
internal
Adapun faktor
internal yang menjadi pendorong korupsi dari dalam diri, yang dapat dirinci menjadi:
1) Aspek
Perilaku Individu.
ü Sifat
tamak/rakus manusia.
ü Moral
yang kurang kuat
ü
Gaya hidup yang konsumtif.
2) Aspek
Sosial
Perilaku korup dapat terjadi
karena dorongan keluarga. Kaum behavioris mengatakan bahwa lingkungan
keluargalah yang secara kuat memberikan dorongan bagi orang untuk korupsi dan
mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi traits pribadinya.
b.
Faktor eksternal
Faktor
eksternal yang menjadi pemicu perilaku korup adalah ;
1). Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi
ü
Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi.
Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat.
ü
Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi adalah
masyarakat sendiri. Anggapan masyarakat umum terhadap peristiwa korupsi, sosok
yang paling dirugikan adalah negara.
ü
Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan
diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan pemberantasan.
2). Aspek ekonomi
Pendapatan tidak mencukupi kebutuhan. Dalam rentang kehidupan
ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi.
3) Aspek Politis
Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses
yang dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai
dengan harapan masyarakat.
4) Aspek Organisasi
ü
Kurang adanya sikap keteladanan
pimpinan
ü
Tidak adanya kultur organisasi yang
benar
ü
Kurang memadainya sistem akuntabilitas
ü
Kelemahan sistim pengendalian
manajemen
ü Lemahnya
pengawasan
C. Berbagai Strategi dan / atau
Upaya Pemberantasan Korupsi
Paparan berbagai upaya atau strategi yang
dilakukan untuk memberantas korupsi adalah ;
1.
Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi
a. Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan
membentuk lembaga yang independen yang khusus menangani korupsi. Misalkan di
Malaysia dibentuk the Anti-Corruption Agency (ACA) dan di
negara kita adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
b. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memperbaiki kinerja
lembaga peradilan baik dari tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan
Lembaga Pemasyarakatan.
2.
Pencegahan Korupsi di Sektor Publik
Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan
pejabat publik untuk melaporkan dan mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki
baik sebelum maupun sesudah menjabat.
3. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat
Salah satu upaya memberantas korupsi adalah memberi hak pada
masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap informasi (access to
information). Sebuah sistem harus dibangun di mana kepada masyarakat
(termasuk media) diberikan hak meminta segala informasi yang
berkaitan dengan kebijakan
pemerintah yang mempengaruhi
hajat hidup orang.
4. Pencegahan menjamurnya Korupsi dengan memasukan Pendidikan Anti
Korupsi di sekolah/perguruan tinggi.
Dengan pendidikan anti korupsi diharapkan bisa membangun
filosofi baru berupa penyemaian nalar dan nilia-nilai baru bebas korupsi
melalui pendidikan formal.
Hal
itu dilakukan karena pendidikan memiliki posisi sangat vital dalam menyemai
pendidikan dan sikap antikorupsi. Melalui pembelajaran sikap mental dan
nilai-nilai moral bebas korupsi di sekolah, generasi baru Indonesia diharapkan
memiliki pandangan dan sikap yang keras terhadap segala bentuk praktik korupsi.
Selain mendapat respons negatif
seperti yang telah dipaparkan di atas, ide memasukkan materi antikorupsi dalam kurikulum
juga mendapat respons positif dari masyarakat. Hasil jajak pendapat harian
Seputar Indonesia terhadap 400 responden pada 27 Mei 2010 menunjukkan sebanyak
87% responden beranggapan perlunya memasukkan pendidikan antikorupsi dalam
kurikulum. Keyakinan masyarakat juga relatif besar. Hampir 200 responden
menyatakan keyakinannya bahwa pendidikan antikorupsi bisa berjalan efektif
membendung perilaku korupsi di Indonesia (Djabbar,2009).
Sejumlah alasan pun dilontarkan untuk
menunjukkan dibutuhkannya pendidikan karakter antikorupsi untuk menyikapi
realita. Pertama, pendidikan lebih dominan berorientasi pada
penguasaan iptek, sedangkan sesuatu yang menyangkut budaya dan perilaku
(karakter) relatif masih terabaikan. Artinya, integrasi antara pendidikan iptek
dan seni dengan moral dan etika belum dapat dilakukan secara serasi dan
seimbang. Pendidikan antikorupsi bagi siswa mengarah pada pendidikan nilai,
yaitu nilai-nilai kebaikan. Suseno (dalam Djabbar, 2009) berpendapat bahwa
pendidikan yang mendukung orientasi nilai adalah pendidikan yang membuat orang
merasa malu apabila tergoda untuk melakukan korupsi, dan marah bila ia
menyaksikannya.
Menurut Suseno, ada tiga sikap moral
fundamental yang akan membuat orang menjadi kebal terhadap godaan korupsi.
Ketiga sikap moral fundamental tersebut adalah kejujuran, rasa keadilan, dan
rasa tanggung jawab. Jujur berarti berani menyatakan keyakinan pribadi,
menunjukkan siapa dirinya. Kejujuran adalah modal dasar dalam kehidupan
bersama. Ketidakjujuran jelas akan menghancurkan komunitas bersama. Siswa perlu
belajar bahwa berlaku tidak jujur adalah sesuatu yang amat buruk.
Adil berarti memenuhi hak orang lain
dan mematuhi segala kewajiban yang mengikat diri sendiri. Magnis (dalam
Djabbar, 2009) mengatakan bahwa bersikap baik tetapi melanggar keadilan, tidak
pernah baik. Keadilan adalah tiket menuju kebaikan. Sikap moral yang
selanjutnya dibutuhkan adalah rasa tanggung jawab. Tanggung jawab berarti teguh
hingga terlaksananya tugas. Tekun melaksanakan kewajiban sampai tuntas.
Misalnya, siswa diberi tanggung jawab mengelola dana kegiatan olahraga di
sekolahnya. Rasa tanggung jawab siswa terlihat ketika dana dipakai seoptimal
mungkin menyukseskan kegiatan olahraga.
Tugas Materi 1 |
Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1.
Jika kalian menjadi bendahara
kelas, dan membawa uang banyak, apa yang kalian lakukan terhadap uang tersebut?
Apakah akan melakukan perbuatan korupsi?
2.
Berilah contoh 3 tindakan
perbuatan korupsi!
3.
Faktor-faktor apa saja yang
memicu seseorang untuk melakukan tindak korupsi!
Posting Komentar untuk "Pendidikan Karakter dan Anti Korupsi"
Jalin Silaturahmi dengan komentar